BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Budidaya ikan secara komersial dari berbagai jenis species-species
diantaranya bivalve, crustaceae, dan ikan bertulang belakang (finfish)
akan mengalami permasalahan yang serius apabila didalam proses
produksinya tidak tersedia pakan alami yang kontinyu baik kuantitas
maupun kualitasnya. Hal ini dikarenakan masih banyak jenis kultivan
budidaya yang masih tergantung input pakan dari pakan organisme hidup,
terutama untuk pemeliharaan kultivan dalam bentuk llarva. Dilain pihak,
budidaya pakan alami harus menyesuaikan dengan kebutuhan kultivan ikan
yang dipelihara. Untuk memenuhi kebutuhan kultivan tersebut di syaratkan
sifat fisiologi jenis/species pakan hidup yang dikultur, ukuran,
kecepatan reproduksi, kemampuan tumbuh, dan nilai nutrisi dari setiap
jenis pakan alami.
Dengan perkembangan kebutuhan pangan penduduk dunia saat ini, maka
peningkatan budidaya perikanan sangat diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan gizi. Pengembangan budidaya perikanan baik di perairan tawar,
payau maupun laut diberbagai negara merupakan suatu bentuk revolusi
pertumbuhan industri baru. Kenyataan ini selaras dengan bertambahnya
populasi penduduk dunia dari tahun ketahun, permintaan akan pangan
dunia, potensi produksi perikanan yang sudah mencapai maximum
sustainable yield, produksi pertanian yang semakin menurun akibat
pergeseran tata guna lahan untuk keperluan lain dan permintaan kualitas
hidup perkapita meningkat. Dengan demikian permintaan akan pangan dari
sumber hewani jjuga akan meningkat, lebih-lebih dilihat dari kandungan
protein ikan yang mempuyai kandungan asam amino yang lebih lengkap dari
pada sumber protein hewani lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan gizi dari sumber protein hewani ikan diperlukan
pengembangan budidaya perikanan dan untuk mendukung produksi sesuai
dengan kuantitas maupun kualitas produk ikan, maka diperlukan
ketersediaan pakan alami. Penyediaan pakan alami baik kuantitas,
kualitas dan kontinuitas diperlukan pengetahuan tentang teknik dasar
budidaya pakan alami yang baik agar kontunyuitas produksi ikan hasil
budidaya dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan.
B. TUJUAN DAN MANFAAT
- Tujuan
1. Menjawab tugas mata kuliah yang telah diberikan
2. Memberikan gambaran umum mengenai Mikroalga, Copepoda dan Artemia
- Manfaat
1. Menambah Wawasan mahasiswa selaku pelajar dalam mendalami ilmu budidaya khususnya terkait Budidaya Pakan Alami
2. Dapat Menjadi bahan referensi bagi mahasiswa yang akan melakukan Makalah selanjutnya ataupun dalam melakukan Penelitian
C. RUANG LINGKUP
Masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah gambaran secara umum
mengenai Mikroalgae, Copepoda dan Artemia. Baik itu dalam pengertian
maupun cara hidup, ciri morfologi, jenis/klasifikasi, Daur hidup ,
manfaatnya dalam kehidupan hingga bagaimana membudidayakan.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. MIKROALGA
1. Pengertian
Mikroalga adalah mikroorganisme fotosintetik dengan morfologi sel yang
bervariasi, baik uni-selular maupun multiselular (membentuk koloni
kecil). Sebagian besar mikroalga tumbuh secara fototrofik, meskipun
tidak sedikit jenis yang mampu tumbuh secara heterotrofik. Mikroalga
merupakan kelompok organisme yang sangat beragam dengan mampu
menghasilkan senyawa kimia yang besar dan masih banyak yang belum
diketahui. Produk yang dihasilkan antara lain carotenoid, phycobilin,
asam lemak, polisakarida, vitamin, sterol, enzim dan senyawa bioaktif
lainnya.
Mikroalga umumnya bersel satu atau berbentuk benang, sebagai tumbuhan
dan dikenal sebagai fitoplankton. Fitoplankton memiliki zat hijau daun
(klorofil) yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan
organik dan oksigen dalam air. Sebagai dasar mata rantai pada siklus
makanan di laut, fitoplankton menjadi makanan alami bagi zooplankton
baik masih kecil maupun yang dewasa. Selain itu juga dapat digunakan
sebagai indikator kesuburan suatu perairan.
Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasukdalam
kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun
koloniyang hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang
lazim disebutfitoplankton. Di dunia mikrobia, mikroalga termasuk
eukariotik, umumnyabersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik
hijau (klorofil), coklat(fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan
merah (fikoeritrin). Morfologimikroalga berbentuk uniseluler atau
multiseluler tetapi belum ada pembagiantugas yang jelas pada sel-sel
komponennya. Hal itulah yang membedakanmikroalga dari tumbuhan tingkat
tinggi (Romimohtarto, 2004).Isnansetyo dan Kurniastuty (1995),
menyatakan bahwa terdapat empatkelompok mikroalga antara lain : diatom
(Bacillariophyceae), alga hijau(Chlorophyceae), alga emas
(Chrysophyceae) dan alga biru (Cyanophyceae).Penyebaran habitat
mikroalga biasanya di air tawar (limpoplankton) dan air
laut(haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan distribusi vertikal di
perairanmeliputi : plankton yang hidup di zona euphotik (ephiplankton),
hidup di zonadisphotik (mesoplankton), hidup di zona aphotik
(bathyplankton) dan yang hidupdi dasar perairan / bentik (hypoplankton)
2. Manfaat
Seiring dengan perkembangan bioteknologi mikroalga, saat ini perhatian
mulai ditujukan untuk penghasilan produk bermanfaat yang bemilai ekonomi
tinggi, di antaranya adalah pigmen seperti fikobiliprotein, asam amino,
enzim seperti acetamidase, protease, asam amino oksidase, superoksidase
dismutase dan endonuklease restriksi. inhibitor enzim seperti
glikosidase inhibitor dan senyawa pengatur tumbuh. Beberapa produk lain
terutama yang memiliki arti penting dalam bidang farmasetika, seperti
antibiotik.
Beberapa enzim dapat di Isolasi dari mikroalgae, yang merupakan jenis
algae yang berukuran mikroskopik. Beberapa alga dilaporkan mengandung
senyawa enzim yang berperan peranting diantaranya adalah jenis alga
hijau (Spirogyra, Mougeotia sp., Zygnema cylindricum and Mesotaenium
caldariorum) yang mengandung enzim glycosidase (a-glucosidase, a-amylase
and fl-galactosidase, beberapa jenis cyanophyta juga mengandung enzim
yang berperan penting dalam mendegradasi bakteri atau sebagai inhibitor.
Adapun manfaatnya di berbagai bidang antara lain :
a. Bidang perikanan
Sebagai makanan larva ikan, dilakukan melalui isolasi untuk mendapatkan
satu spesies tertentu, misalnya Skeletonema. Kemudian dibudidayakan pada
bak-bak terkontrol pada usaha pembibitan ikan untuk keperluan makanan
larva ikan
b. Industri farmasi dan makanan suplemen
Fitoplankton mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi digunakan sebagai
makanan suplemen bagi penderita gangguan pencernaan dan yang membutuhkan
energi tinggi. Contoh produk yang beredar dari jenis Chlorella.
c. Pengolahan limbah logam berat
Dalam pengolahan limbah logam berat fitoplainkton dapat digunakan untuk
mengikat logam dari badan air dan mengendapkannya pada dasar kolam.
Sehingga logam dalam air menjadi berkurang
d. Sumber energi alternatif biodiesel
Biomassa mikroalga selain mengandung protein, karbohidrat dan vitamin
juga mengandung minyak. Bahkan jenis mikroalga tertentu, misal
Botrycoccus braunii memiliki kandungan minyak yang komposisinya mirip
seperti tanaman darat dengan jumlah yang lebih tinggi bila dibanding
dengan kandungan minyak pada kelapa, jarak dan sawit.
3. Sifat Mikroalgae
Sifat yang paling berguna untuk mengidentifikasi algae adalah warna atau
pigmen mereka. Pigmen-pigmen tersebut menyerap energi cahaya dan
mengubahnya menjadi biomassa melalui proses fotosintesis. Ada 3 kelas
utama pigmen dan berbagai kombinasi yang memberikan warna khas pada
algae. Kelompok utama dari pigmen hijau adalah chlorophil, dengan
clorophil a sebagai pigmen utama yang menyerap gelombang panjang biru
dan merah sebagai cahaya yang penting untuk fotosintesis.
Sebagian besar carotenoid lebih bersifat melindungi pigmen lain daripada
ikut secara langsung dalam reaksi fotosintesis. Dalam setiap difisi,
terdapat pengecualian seperti fukosantin pada diatome dan alga coklat,
yang sangat aktif dalam proses fotosintesa. Fikobilin berwarna merah
(fikoeretrin) atau biru (fikocyanin) dan menangkap gelombang panjang
yang tidak ditangkap oleh pigmen-pigmen lainnya dan melewati energi yang
ditangkap pada clrophil a untuk fotosintesis. Beberapa variasi dari
bentuk sel dapat ditemukan pada alga unicellular dapat berbentuk bola
pipih memanjang atau berbentuk kotak sebagai tambahan beberapa
unicellular memiliki lengan atau duri yang merupakan perluasan dari
dinding sel. Banyak mikroalgae yang membentuk filamen-filamen sel yang
menghubungkan satu sama lain .Mikroalgae lainnya membentuk koloni-koloni
sel yang memiliki suatu pola yang khusus dan ditentukan oleh jumlah sel
Kondisi kultur akan menentukan morfologi suatu organisme dan
variasinya.
4. Klasifikasi Mikroalgae
Sel mikroalgae dapat dibagi menjadi 10 divisi dan 8 divisi algae
merupakan bentuk unicellulair. Dari 8 divisi algae, 6 divisi telah
digunakan untuk keperluan budidaya perikanan sebagai pakan alami. Setiap
divisi mempunyai karakteristik yang ikut memberikan andil pada
kelompoknya, tetapi spesies-spesiesnya cukup memberikan
perbedaan-perbedaan dari lainnya. Ada 4 karakteristik yang digunakan
untuk membedakan divisi mikro algae yaitu ; tipe jaringan sel, ada
tidaknya flagella, tipe komponen fotosintesa, dan jenis pigmen sel.
Selain itu morfologi sel dan bagaimana sifat sel yang menempel berbentuk
koloni / filamen adalah merupakan informasi penting didalam membedakan
masing-masing group.
a. Jenis organisme yang termasuk Mikroalga beserta bentuknya.
- Cyanobacteria atau alga biru hijau
Cyanobacteria atau alga biru hijau adalah kelompok alga yang paling
primitif dan memiliki sifat-sifat bakterial dan alga. Kelompok ini
adalah organisme prokariotik yang tidak memiliki struktur-struktur sel
seperti yang ada pada alga lainnya, contohnya nukleus dan chloroplast.
Mereka hanya memiliki chlorophil a, namun mereka juga memiliki variasi
phycobilin seperti halnya carotenoid. Pigmen-pigmen ini memiliki beragam
variasi sehingga warnanya bisa bermacam-macam dari mulai hijau sampai
ungu bahkan merah. Alga biru hijau tidak pernah memiliki flagell, namun
beberapa filamen membuat mereka bergerak ketika berhubungan dengan
permukaan. Unicell, koloni, dan flamen-filamen cyanobacteria adalah
kelompok yang umum dalam budidaya, baik sebagai makan maupun sebagai
organisme pengganggu. Dibawah ini adalah 3 kelompok yang paling umum
dalam lingkungan budidaya.
Spirulina (air tawar, air laut) filamennya berukuran lebar 5 -6 mm dan
panjang 20-200 mm berbentuk spiral. Dapat berwarna biru-hijau atau
merah. Spirulina merupakan bahan penyusun dalam banyak pellet ikan dan
pakan invertebrata.
Oscillatoria (Air tawar, air laut,) filamennya berukuran lebar 2-20 mm
dan panjang 10-200 mm, tergantung pada spesiesnya. Bentuknya dapat
berbentuk lurus, bengkok, berbentuk kurva, atau lingkaran tidak teratur.
Dia bergerak dengan cara meluncur dengan lambat dan dapat menempel atau
mengapung, tapi tidak merupakan perenang bebas. Dia dapat terlihat
berwarna hijau, biru-hijau, ungu, atau merah.Oscilatoria biasanya
bersifat merugikan.
Anabaena (Air tawar, air laut,) filamennya berukuran lebar 3-10 mm dan
panjang 10-200 mm, berbentuk lurus, bengkok, atau hampir menggulung.
Selnya berbentuk manik-manik atau berbentuk tong. Anabaene adalah
organisme yang menggangu dan tidak dimakan oleh kebanyakan ikan
budidaya.
- Alga Hijau (Chlorophyta)
Alga hijau adalah kelompok alaga yang paling maju dan memiliki banyak
sifat-sifat tanaman tingkat tinggi. Kelompok ini adalah oraganisme
prokaryotik dan memiliki struktur-struktur sel khusus yang dimiliki
sebagaian besar alga. Mereka memiliki kloroplas, DNA–nya berada dalam
sebuah nukleus, dan beberapa jenisnya memiliki flagella. Dinding sel
alga hijau sebagaian besar berupa sellulosa, meskipun ada beberapa yang
tidak mempunyai dinding sel. Mereka mempunyai klorophil a dan beberapa
karotenoid, dan biasanya mereka berwarna hijau rumput. Pada saat kondisi
budidaya menjadi padat dan cahaya terbatas, sel akan memproduksi lebih
banyak klorophil dan menjadi hijau gelap. Kebanyakan alga hijau
menyimpan zat tepung sebagai cadangan makanan meskipun ada diantaranya
menyimpan minyak atau lemak. Pada umumnya unicel merupakan sumber
makanan dalam budidaya dan filamen-filamennya merupakan organisme
pengganggu.
Tetraselmis (Air tawar, air laut,) berupa orgaisme hijau motil, lebar
9-10 mm, panjang 12-14 mm, dengan empat flagel yang tumbuh dari sebuah
alur pada bagian belakang anterior sel. Sel-selnya bergerak dengan cepat
di air dan tampak bergoncang pada saat berenang. Ada empat cuping yang
memanjang dan memiliki sebuah titik mata yang kemerah-merahan.
Pyramimonas adalah organisme yang berkaitan dekat dengan alga hijau dan
memiliki penampakan serta sifat berenang yang identik dengan
tetraselmis. Kedua organisme ini adalah sumber makan yang populer untuk
mengkultur rotifer, kerang, dan larva udang.
Clamidomonas (Air tawar, air laut) berwarna hijau dan motil, lebar
6,5-11 mm, panjang 7,5-14 mm, dengan dua flagela yang tumbuh didekat
sebuah benjolan pada bagian belakang sel. Sel-selnya bergerak dengan
cepat di air dan tampak bergoncang pada saat berenang. Selnya berbentuk
spiral sampai memanjang dan biasanya memiliki sebuah titik mata merah.
Pada saat sel betina terbentuk, sel induk akan kehilangan flagelanya dan
mengeluarkan sebuah kantong transparant disekitar tubuhnya. Sel induk
akan terbelah, dan membentuk 2-8 sel anak betina. Organisme ini
digunakan sebagai pakan untuk rotifer.
Nannocloris (Air tawar, air laut,) berwarna hijau tidak motil dan tidak
memiliki flagel, berukuran sangat kecil dengan diameter 1,5-2,5 mm, sel
berbentuk bola, dan memiliki sedikit ciri untuk
membedakannya.Chloroplasnya berbentuk U dalam sel yang sehat. Sel-selnya
cenderung untuk mengapung dalam budidaya, berupa suspensi dalam kondisi
tanpa aerasi sehingga menguntungkan bagi usaha budidaya. organisme ini
adalah sumber makan yang populer untuk mengkultur rotifer, kerang, dan
larva udang.
Dunaliella (Air tawar, air laut,) berwarna hijau motil dengan dua
flagella, yang muncul didekat bagian belakang sel, lebar 5-8 mm, panjang
7-12 mm, Sel-selnya bergerak dengan cepat di air dan tampak bergoncang
pada saat berenang. Selnya berbentuk melingkar hingga memanjang dan
biasanya memiliki sebuah titik mata merah. Terdapat kloroplas yang
mengisi 2/3 bagian selnya. Reproduksi dilakukan dengan cara sederhana
dimana sel induk membelah menjadi dua sel anak betina. organisme ini
adalah sumber makan yang populer untuk mengkultur rotifer, kerang, dan
larva udang.
Chlorella (Air tawar, air laut,) berwarna hijau dan tidak motil serta
tidak memiliki flagella. Selnya berbentuk bola berukuran sedang dengan
diameter 2-10 mm, tergantung spesiesnya, dengan chloroplas berbentuk
cangkir. Selnya bereproduksi dengan membentuk dua sampai delapan sel
anak didalam sel induk yang akan dilepaskan dengan melihat kondisi
lingkungan. Merupakan pakan untuk rotifer dan dapnia.
Scenedesmus (Air tawar,) berwarna hijau dan tidak motil dan biasanya
tersusun atas 4 sel. Hidup berkoloni, berukuran lebar 12-14 mm, dan
panjang 15-20 mm. Selnya berbentuk elips hingga lanceolate (panjang dan
ramping), beberapa spesies memiliki duri atau tanduk. Setiap sel
menghasilkan sebuah koloni bersel 4 setiap bereproduksi. Seringnya
bersifat sebagai pengganggu. Organisme ini tidak umum dibudidayakan
sebagai sumber pakan.
Ankistrodesmu (Air tawar). Organisme ini berwarna hijau dan tidak motil
dan biasa bersel satu, panjang, selnya berbentuk cresent tipis. Biasanya
berkoloni empat hingga delapan dengan membentuk sudut satu dengan
lainnya. Organisme ini seringkali mengkontaminasi perairan dan dapat
hidup pada pipa saluran air, air dalam kendi, dan air tandon. Tidak umum
dikultur sebagai pakan.
Selenastrum (Air tawar). Organisme ini berwarna hijau dan tidak motil,
berukuran lebar 2-4 mm dan panjang 8-24 mm. Kadang-kadang digunakan
sebagai pakan dapnia.
- DIATOMAE – CHRYSOPHYTA
Diatom adalah kelompok alga yang unik dengan dinding sel yang terbentuk
dari silikon dioksida. Dinding selnya dipenuhi banyak lubang sehingga
tampak seperti ayakan (saringan) dan secara komersial dapat digunakan
sebagai perlengkapan dalam beberapa peralatan filter. Dua kelompok utama
didasarkan atas dinding sel yang simetris, baik bilateral maupun
radial. Memiliki ciri-ciri tanaman tingkat tinggi dan termasuk dalam
organisme eukaryotik. Tidak memiliki flagella kecuali pada beberapa
spesies tertentu. Semua jenis memiliki kloroplas dan DNA mereka berada
di dalam nukleus. Mereka hanya memiliki chlorophyl a dan c serta
beberapa carotenoid seperti fucoxanthin sehingga membuat mereka berwarna
kecoklatan. Organisme ini biasa digunakan sebagai pakan dalam budidaya.
Chaetoceros (Air laut). Organisme ini merupakan sel tunggal dan dapat
membentuk rantai menggunakan duri yang saling berhubungan dari sel yang
berdekatan. Tubuh utama berbentuk seperti petri dish. Jika dilihat dari
samping organisme ini berbentuk persegi dengan panjang 12-14 mm dan
lebar 15-17 mm, dengan duri yang menonjol dari bagian pojok. Selnya
dapat membentuk rantai sebanyak 10-20 sel dan mencapai panjang 200 mm.
Populer sebagai pakan rotifer, kerang-kerangan, tiram, dan larva udang.
Cyclotella (Air tawar, air laut). Merupakan organisme uniseluler
berbentuk simetris radial dengan diameter 5-12 mm dan jarang membentuk
rantai. Jarang memiliki duri dan biasanya tidak tampak jika dilihat
menggunakan mikroskop ukuran kecil. Kadang-kadang digunakan sebagai
pakan sumber pakan.
Thallasiosira (Air laut). Merupakan organisme berbentuk simetris radial
dengan lebar 11-14 mm dan panjang 14-17 mm, biasanya hadir dalam bentuk
uniseluler akan tetapi organisme ini mampu membentuk rantai. Organisme
ini umum digunakan sebagai pakan dalam budidaya.
Skeletonema (Air laut). Merupakan organisme yang membentuk rantai dengan
sel yang berbentuk membulat yang dihubungkan oleh untaian silika
panjang satu dengan lainnya. Sel individu berukuran lebar 6-10 mm dan
panjang 20-25 mm dengan cakupan filamen mencapai panjang 500 mm berisi
sekitar 15-20 sel. Organisme ini ditemukan juga di perairan muara pada
salinitas 10 ppt dan merupakan genus plankton yang umum serta digunakan
sebagai pakan dalam budidaya.
Phaeodactylum (Air laut). Diatom ini memiliki tubuh simetris bilateral
dan memiliki dua bentuk tubuh. Yaitu bentuk perahu dengan lebar 2,5-5 mm
dan panjang 12-25 mm, serta berbentuk segitiga. Bentuk-bentuk ini
menjadi motil pada saat bersentuhan dengan dasar perairan. Kadang-kadang
digunakan sebagai pakan untuk rotifer, kerang, tiram dan biasanya
organisme menyebabkan perairan menjadi kotor.
- ALGA COKLAT-EMAS – CHRYSOPHYTA
Alga coklat-emas dikaitkan dengan diatomae, namun mereka memiliki
dinding sel silika yang sedikit selama masa hidup mereka. Alga ini
memiliki sifat-sifat yang dapat ditemui pada sebagian besar alga.
Beberapa anggota kelompok alga ini memiliki flagella dan motil. Semua
memiliki kloroplas dan memilki DNA yang terdapat di dalam nukleusnya.
Alga ini hanya memiliki chlorophyl a dan c serta beberapa carotenoid
seperti fucoxanthin yang memberikan mereka warna kecokelatan. Alga ini
seringkali dibudidayakan dalam bentuk uniseluler pada usaha budidaya
sebagai sumber pakan.
Isochrysis (Air laut). Merupakan sel motil dengan 2 flagella yang tumbuh
di dekat bagian belakang sel. Sel bergerak cepat di air dan
berputar-putar pada saat berenang. Alga ini berbentuk bulat dengan
diameter 4-8 mm, berwarna emas dan biasanya memiliki sebuah titik mata
merah. Kloroplasnya berbentuk mangkuk dan terlihat mengisi 2/3 bagian
selnya, sedangkan ruangan sisanya terlihat kosong. Reproduksi dilakukan
melalui pembelahan sederhana dimana sel induk membelah diri menjadi dua
sel anak betina. Dikenal sebagai pakan rotifer, kerang, tiram, dan larva
udang.
Nannochloropsis (Air tawar, air laut). Merupakan sel berwarna kehijauan,
tidak motil, dan tidak berflagel. Selnya berbentuk bola, berukuran
kecil dengan diamater 4-6 mm. Organisme ini merupakan divisi yang
terpisah dari Nannochloris karena tidak adanya chlorophyl b. Merupakan
pakan yang populer untuk rotifer, artemia, dan pada umumnya merupakan
organisme filter feeder (penyaring).
Ellipsoidon (Air tawar, air laut). Merupakan sel berwarna kehijauan,
tidak motil, dan tidak memiliki flagella. Berbentuk oval atau elips dan
berukuran kecil dengan panjang 4-6 mm. Organisme ini tidak memiliki
chlorophyl b. Digunakan sebagai pakan kerang dan tiram.
- ALGA MERAH – RHODOPHYTA
Alga merah merupakan makroalga yang umum dijumpai. Kelompok ini hanya
memiliki chlorophyl a di samping memiliki pigmen lainnya seperti
phycocyanin (pigmen biru), dan phycoeretrin (pigmen merah), seperti juga
halnya berbagai carotenoid. Phycoeretrin memberi warna merah pada alga
ini. Selain itu alga ini juga terkadang berwarna hijau kebiruan hingga
ungu. Alga merah uniseluler tidak motil dan tidak memiliki flagel. Dapat
digunakan dalam lingkungan budidaya.
Porphyridium (Air laut). Merupakan organisme uniseluler berbentuk bola
dengan diameter 7-12 mm. Diklasifikasikan sebagai salah satu spesies
alga merah yang sederhana karena organisme ini tidak bereproduksi secara
seksual dan memiliki glikogen sebagai penyusun tempat penyimpanan. Alga
ini digunakan pada lingkungan budi daya untuk memenuhi kebutuhan
karbohidrat.
- EUGLENOPHYTA
Euglenophyta dimasukkan dalam kelompok alga hijau oleh beberapa ahli
taksonomi dan dimasukkan ke dalam golongan protozoa oleh sebagian ahli
lainnya dikarenakan organisme ini memiliki sifat-sifat tanaman sekaligus
hewan. Organisme ini merupakan organisme eukaryotik dengan
struktur-struktur tubuh yang dapat dijumpai pada sebagian besar alga,
namun mereka juga memiliki kerongkongan sehingga mereka dapat memasukkan
partikel ke dalam tubuhnya. Mereka memiliki satu flagella yang panjang
dan bisanya berenang dengan cara menarik diri mereka melalui air.
Beberapa di antaranya melakukan gerakan amoeboid. Organisme ini tidak
memiliki dinding sel, namun mereka memiliki lapisan luar yang keras yang
tersusun dari protein yaitu pellicle, yang memiliki fungsi yang sama
seperti dinding sel. Euglenophyta memiliki chlorophyl a dan b beberapa
carotenoid dan biasanya mereka terlihat berwarna hijau rumput. Euglena
umum ditemukan di perairan yang kaya akan nutrien.
Euglena (Air tawar, air laut). Merupakan organisme berwarna hijau dan
motil dengan satu flagella yang tumbuh dari sebuah kerongkongan di dekat
bagian belakang sel. Sebagian besar spesiesnya memiliki tubuh memanjang
dengan lebar 10-15 mm dan panjang 50-150 mm, dan biasanya memiliki
sebuah titik mata merah. Pada umumnya Euglena tidak digunakan sebagai
pakan.
- CRYPTOPHYTA
Cryptophyta adalah kelompok uniseluler yang unik yang tidak memiliki
kedekatan dengan kelompok alga lainnya. Kelompok ini merupakan organisme
eukaryotik, dan mereka juga memiliki kerongkongan. Semua spesies
kelompok ini memiliki flagel, bersifat motil, dan memiliki satu atau dua
kloroplast serta memiliki chlorophyl a dan c, phycocyanin dan
phycoeretrin serta beberapa carotenoid yang memberikan warna kecokelatan
pada tubuh mereka.
Cryptomonas (Air tawar, air laut). Genus ini merupakan kelompok
cryptomonad yang paling umum ditemukan dan memiliki dua buah flagella,
yang satu panjang dan yang satu lagi pendek. Ukuran sel berkisar antara
panjang 8-16 mm dan lebar 6-8 mm. Mereka memiliki 1-2 kloroplas cokelat
dan dapat melakukan fotosintesa ataupun bertahan hidup menggunakan
bakteri. Pada umumnya tidak digunakan sebagai pakan pada lingkungan
budidaya, namun demikian populasi di alam merupakan makanan bagi
rotifer, kerang, tiram, dan larva udang.
- PHYRROPHYTA
Dalam kelompokl ini terdapat dinoflagellata yang merupakan suatu
kelompok organisme uniseluler yang unik yang memiliki dua flagella dan
umum dijumpai di air tawar maupun air laut. Kelompok ini merupakan
organisme eukaryotik. Sebagian besar anggotanya bersifat motil, meskipun
seringkali terdapat fase dimana mereka bersifat non-motil pada siklus
hidup sebagian besar spesiesnya. Pigmen golongan yang dapat
berfotosintesis adalah chlorophyl a dan c , xanthophyl peridinin dan
dinoxanthin serta beberapa lainnya. Sebagian besar spesiesnya menyimpan
zat tepung sebagai cadangan makanan. Salah satu ciri khas kelompok
organisme ini adalah keberadaan dinding sel yang terbuat dari lapisan
selulosa. Akan tetapi ada beberapa organisme yang tidak memiliki dinding
sel ini. Organismen ini memiliki dua flagella. Banyak organisme dari
golongan ini yang memiliki trichocyst, yaitu struktur protein yang dapat
dikeluarkan dari permukaan sel untuk melindungi diri dari predator.
Fenomena ‘red tide’ adalah peristiwa yang dihubungkan dengan ledakan
(berkumpulnya) dinoflagellata karena adanya pigmen kemerahan yang
terakumulasi dalam organisme-organisme ini dan dalam jumlah yang besar
yang terjadi pada kondisi lingkungan tertentu. Beberapa dinoflagellata
menyebabkan peracunan pada kerang-kerangan dan menyebabkan
pengakumulasian neurotoxin dalam konsentrasi tinggi. Beberapa spesies
merupakan parasit bagi ikan yang menyebabkan masalah seperti ‘velvet
disease’. Sebagian besar spesies bukan merupakan makanan ikan karena
ukurannya terlalu besar untuk dikonsumsi.
Ceratium (Air tawar). Genus ini adalah salah satu dinoflagellata yang
paling umum dan mudah dikenali. Ia memiliki perlindungan yang kuat
dengan satu lengan panjang dan dua lengan pendek yang lurus keras atau
bengkok, tergantung pada spesiesnya. Sel-selnya bersifat motil dan
berenang aktif pada saat pertama kali diuji, biasanya berenang dengan
arah lurus ataupun membentuk kurva. Ukuran sel beragam dengan panjang
30-90 mm dan lebar 10-30 mm.
Peridinium (Air tawar, air laut). Genus ini merupakan dinoflagellata
yang umum, memiliki lapisan yang keras, sebagian besar berbentuk bulat
dengan kepala apical dan duri yang menyerupai kaki pada beberapa
spesies. Sel-selnya motil dan berenang aktif dalam gerakan memutar.
Memiliki diameter 25-80 mm.
5. Budidaya Mikroalgae (mikroalgae yang dapat dibudidayakan)
Banyak jenis mikroalgae yang digunakan untuk kepentingan budidaya
perikanan, akan tetapi beberapa spesies algae yang popular dan dominant
digunakan adalah; Nannochloropsis oculata (2-4 μm), Isochrysis galbana
(5-7 μm), Tetraselmis chuii (7-10μm), Chaetoceros gracilis (6-8 μm),
Dunaliella tertiolecta (7-9 μm), dan beberapa spesies dari Chlorella
sp(3-9 μm). Khusus untuk Nannochloropsis oculata yang sering disebut
sebagai chlorella jepang (Maruyama et al, 1986), digunakan sebagai pakan
rotifer yang penting peranannya bagi kelangsungan hidup larva ikan dan
udang.
6. Cara Budidaya
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka komposisi zat
penyubur menjadi sangat popular didalam pelaksanaan budidaya pakan
alami, khususnyauntuk keperluan budidaya yang intensif. Pengaruh
lingkungan media kultur yang berubah-ubah dan hasil produksi sel yang
tidak terprediksi merupakan bentuk pertumbuhan populasi sel algae secara
alami dan sebaliknya pertumbuhan sel microalgae yang dapat diprediksi
dengan kelimpahan yang tinggi dan hasil biomassa yang mempunyai kualitas
nutrisi konsisten merupakan hasil dari penerapan metoda kultur algae
intensif dan terkontrol.
Secara umum perlengkapan dan peralatan kultur skala kecil akan mudah
untuk mengkontrol lingkungan kultur dan hasil produksi sel algae. Teknik
dan metode kultur secara besar kecilnya wadah kultur juga akan
menentukan keberhasilan produksi biomasa. Selain itu, system kultur baik
“indoor” maupun “outdoor” akan menentukan tingkat keberhasilan budidaya
pakan alami. Jenis bahan kimia sebagai zat penyubur (pure analysis atau
teknis) juga menjadi pembatas keberhasilan .demikian juga dengan
pengelolaaan air, kemurnian bibit sel algae yang digunakan akan
menentukan keberhasilan kultur. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan
langkah-langkah yang mendasar dengan memperhitungkan factor pembatas
tersebut diatas didalam merencanakan budidaya pakan alami microalgae
agar tujuan untuk mendapatkan hasil produksi sel alagae yang maximal
dengan kualitas sel yang tinggi untuk pakan kuntivan budidaya.
Didalam proses kultur microalgae yang terpenting adalah melakukan
seleksi spesies-spesies yang akan dijadikan kultivan untuk kepentingan
budidaya perikanan secara luas dan tujuan-tujuan khusus lainnya yang
bahan bakunya diambil dari sel algae. Biasanya untuk seleksi spesies
calon kultivan, berdasarkan kepada ukuran sel, nilai nutrisi, dan
kemudahan teknik kultur pada kondisi dan iklim dimana mereka digunakan.
Adapun cara yang ditempuh dalam memproduksi mikroalga skala besar adalah :
a. Pembibitan.
Beberapa jenis Diatomae telah dapat dibudiyakan dengan baik. Jenis
diatomae yang paling banyak banyak dibudidayakan adalah Chaetoceros
calcitrans dan Skeletonema costatom. Bibit murninya telah banyak
tersedia sehingga untuk mendapatkan bibinya tidak akan sulit. Selain itu
Diatomae juga dapat diperolehdengan mengkultur diatomae liar yang
berasal dari alam. Akan tetapi untuk mendapatklan hasil budidaya dan
tingkat kemurnian yang tinggi memerlukan keterampilan seperti halnya
dilaboratorium penelitian.
b. Budidaya Massal.
Dalam Usaha budidaya missal ini, Diatomae ditumbuhkan melalui
penangkaran bertingkat. Awalnya ditumbuhkan didalam wadah bervolume 1
Liter kemudian diperbanyak didalam wadah 1 galon ( 3 liter ) selanjutnya
didalam wadah 200 liter dan akhirnya didalam 1 ton (1 m3 ) atau lebih.
Contoh :
1. Budidaya didalam wadah bervolume 1 Liter.
Budidaya Alga dilakukan dengan menggunakan wadah botol evlenmeyer satu
liter. Sebelumnya selang plastic, batu aerasi dan botol erlnmeyer dengan
detergent kemudian dibilas dengan larutan klorin 150 ppm. Setelah
dicuci, botol diisi air sebanyak 300-500 ml. untuk Diatomae laut
digunakan air laut denga kadar garam antara 28-35 Permil. Untuk jenis
diatomae air tawar digunakan media air tawar yang telah disaring dengan
kain saringan 15 mikron. Selain iotu supaya steril air dipanaskan,
ditaburi klorin atau disinari dengan lampu ultraviolet.
B. COPEPODA
1. Pengertian
Copepoda (Kope = Yunani untuk "dayung" Podos = Yunani untuk "kaki")
Oleh karena itu Copepod = berdayung kaki, yang mengacu pada sepasang
kaki di kolam yang sama somite yang bergerak bersama-sama, seperti oars.
Copepoda merupakan kelompok entomostracan dengan jumlah spesies
terbesar, yaitu sekitar 8.400 spesies, sebagian besar hidup bebas dan
sekitar 25% nya sebagian ektoparasit. Kebanyakan copepod terdapat di
laut dan sebagian lagi di air tawar, baik sebagai plankton maupun fauna
interstisial. Beberapa spesies hidup dalam hamparan lumut dan humus.
Copepoda adalah grup crustacea kecil yang dapat ditemui di laut dan
hampir di semua habitat air tawar dan mereka membentuk sumber terbesar
protein di samudra. Banyak spesies adalah plankton, tetapi banyak juga
spesies benthos dan beberapa spesies kontinental dapat hidup di habitat
limno-terestrial dan lainnya di tempat terestrial basah, seperti
rawa-rawa.
2. Manfaat
Copepoda adalah kelompok zooplankton yang memegang peranan penting dalam
rantai makanan pada suatu ekosistem perairan. Dalam industri pembenihan
ikan laut dewasa ini, copepoda mulai banyak dimanfaatkan sebagai pakan
alami untuk larva ikan. Copepoda cocok sebagai pakan larva ikan karena
selain mempunyai nilai nutrisi yang tinggi juga karena ukuran tubuh yang
bervariasi sehingga sesuai tingkat perkembangan larva ikan. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan bahwa copepoda dapat meningkatkan pertumbuhan
larva ikan laut yang lebih cepat dibandingkan rotifer dan Artemia
(Lavens dan Sorgelos, 1996)
Copepoda kaya akan protein, lemak, asam amino esensial yang dapat
mempercepat pertumbuhan, meningkatkan daya tahan tubuh serta mencerahkan
warna pada udang dan ikan. Keunggulan copepoda juga telah diakui oleh
beberapa peneliti lain, karena kandungan DHA-nya yang tinggi, dapat
menyokong perkembangan mata dan meningkatkan derajat kelulushidupan
larva. Copepoda juga mempunyai kandungan lemak polar yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Artemia sehingga dapat menghasilkan pigmentasi yang
lebih baik bagi larva ikan (Mcevoy dkk., 1998 dalam Umar, 2002).
Arti ekonomis dalam lingkungan biasa di alam bebas, serangan copepod
parasit dapat diabaikan, karena jarang terjadi. Namun pada kolam,
pembenihan dengan kepadatan ikan cukup tinggi, dapat terjadi serangan
yang gawat karena larva parasit yang berenang bebas mempunyai peluang
besar dalam mendapatkan inang. Copepod dewasa yang sudah melekat
substrat di berantas karena mempunyai eksoskeleton yang keras dan
resisten terhadap larutan kimia.
Copepod hidup bebas berperan penting dalam rantai makanan sebagai
penghubung antara bakteri, ganggang dan protozoa disatu pihak dengan
predator (termasuk ikan) di pihak lain. Copepod lebih dominan sebagai
makanan ikan laut, sedang cladocera di air tawar. Copepoda tidak
digunakan sebagai makanan anak ikan karena berenangnya terlalu cepat
sehingga sukar ditangkap. Copepoda juga merupakan inang perantara
penyakit cacing pita ikan Dibothriocephalus latus dan cacing guinea
Dracunculus medinensis.
3. Sifat dan Ciri Morfologi Copepoda
Hewan terkuat di dunia copepoda hanya memiliki panjang 1 milimeter.
Kesuksesan evolusi copepoda sangat terkait dengan kemampuan melarikan
diri dari predator. Kekuatan meloloskan diri sangat kuat dan efektif
hal ini dikatakan oleh Profesor Thomas Kiorboe dari National Institute
of Aquatic Resources Technical University Denmark. Sebagaimana
diberitakan oleh ScienceDaily, peneliti memiliki perekam video
berkecepatan tinggi. Thomas Kiorboe mampu memberikan detil dari usaha
pelarian diri copepoda dengan cara melompat dengan rekaman tersebut,
kekuatannya membuat peneliti kagum.
Copepoda mampu melompat dengan rata-rata kecepatan setengah meter per
detik, berarti dilakukan hanya dalam waktu kurang dari beberapa ribu
detik. Hal tersebut menunjukkan bahwa copepoda dihubungkan dengan
ukurannya yang sangat kecil, memiliki kekuatan 10 kali lebih kuat dari
hewan atau mesin motor apapun buatan manusia. Peneliti berhasil
mengungkap kesimpulan bahwa kekuatan copepoda 10-30 kali lebih kuat dari
spesies lainnya dengan produksi kekuatan maksimum yang juga konstan
didapatkan dari pelontar superior kaki bercabang lima yang biasa
digunakan untuk berenang tersebut memiliki dua mekanisme terpisah. Tim
ilmuwan dari Denmark, secara resmi menobatkan copepoda sebagai hewan
pelompat tercepat di dunia. Krustasea bawah air menggunakan hingga 5
pasang kaki untuk mendorong air, dan mempercepat hingga 500 panjang
tubuhnya dalam waktu 1 detik.
Copepoda merupakan krustacea yang sangat banyak dijumpai diantara
fitoplankton dan pada tingkat tropik yang tinggi pada ekosisitem.
Copepoda dewasa berukuran antara 1 dan 5 mm. Tubuh copepoda berbentuk
silindrikonikal, dimana anterior lebih lebar. Bagian depan meliputi 2
bagian yakni cephalotoraks (kepala dengan toraks dan segmen toraks ke
enam) dan abdomen yang lebih kecil dibandingkan cephalotoraks. Pada
bagian kepala memiliki mata di bagian tengah dan antenna yang pada
umumnya sangat panjang. Copepoda yang bersifat planktonik pada umumnya
suspension feeders (Lavens dan Sorgeloos, 1996).
Siklus Hidup Copepoda jantan pada umumnya lebih kecil dibandingkan
copepoda betina. Selama melakukan reproduksi atau kopulasi, organ jantan
berhubungan dengan betina dengan adanya peranan antenna, dan meletakkan
spermatopora pada bukaan seminal, yang dilekatkan oleh lem semen
khusus. Telur-telur umumnya lebih dekat ke bagian kantung telur.
Telur-telur ditetaskan sebagai nauplii dan setelah melewati 5-6 fase
nauplii (molting), larva akan menjadi copepodit. Setelah copepodit
kelima, akan molting lagi menjadi lebih dewasa. Perkembangan ini
membutuhkan waktu tidak kurang dari satu minggu hingga satu tahun, dan
kehidupan copepoda berlangsung selama enam bulan sampai satu tahun
(Lavens dan Sorgeloos, 1996). Dalam satu siklus hidup copepoda
memerlukan waktu selama kurang lebih 6-7 hari (Anindiastuti dkk., 2002).
Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk kelangsungan hidup, copepoda
akan memproduksi cangkang atau telur dormant (istirahat) seperti halnya
kista. Hal ini juga menyebabkan tingkat survival berlangsung dengan baik
walapun kondisi lingkungan tidak mendukung contohnya pada suhu dingin
(Lavens dan Sorgeloos, 1996).
Kualitas nutrisi Pada umumnya kualitas nutrisi copepoda dapat diterima
dengan baik oleh larva-larva ikan laut, dan dipercaya lebih memiliki
kualitas nutrisi yang tinggi dibandingkan Artemia. Copepoda memiliki
kandungan protein yang tinggi (antara 44 dan 52%) dan struktur asam
amino yang baik kecuali metionin dan histidin. Komposisi asam lemak dari
copepoda bervariasi tergantung pakan yang diberikan selama kegiatan
budidaya (Lavens dan Sorgeloos, 1996).
Copepoda (copepodit dan copepoda dewasa) juga dipercaya memiliki level
enzim pencernaan yang lebih tinggi dan berperan penting untuk menunjang
kebutuhan nutrisi larva. Padahal pada fase awal dari larva ikan-ikan
laut belum memiliki perkembangan pada sistem pencernaan dan yang lebih
dipercaya berperan hanyalah cadangan makanan exogenous (pakan dari luar)
sebagai cadangan makanan alami untuk organisme. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Pederson (1984 dalam Lavens dan Sorgeloos, 1996), yang
menguji pencernaan pada awal pemeliharaan larva, dan ditemukan bahwa
copepoda lebih cepat tercerna dan cepat melewati usus serta lebih bagus
tercerna dibandingkan Artemia.
Kelayakan Hidup Copepoda Copepoda jenis Tigriopus brevicornis (merupakan
jenis copepoda yang hidup di air laut), dapat hidup pada kisaran
salinitas yang luas yakni 10-40 ppt. Pada salinitas 10 ppt, proses
pertumbuhan dan reproduksi copepoda tersebut terhambat dan mortalitas
cukup tinggi pada tahap awal adaptasi. Proses penghambatan tersebut
disebabkan adanya proses osmoregulasi copepoda terhadap salinitas baik
salinitas rendah maupun tinggi. Pada salinitas 20 dan 30 ppt,
memperlihatkan pertumbuhan copepoda yang cukup baik, tetapi salinitas
yang paling baik untuk tumbuh dan berkembang adalah 30 ppt (Sutomo,
2003). Menurut Lavens dan Sorgeloos (1996), salinitas yang layak bagi
pertumbuhan copepoda dalam kegiatan budidaya adalah 35 ppt, tetapi mampu
mentolerir salinitas antara 15 dan 70 ppt. Sejalan dengan pendapat
Marcus dan Wilcox (2007), bahwa salinitas yang sesuai untuk perkembangan
dan pertumbuhan copepoda 35 ppt.
Copepoda tidak mampu mentolerir perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
tetapi mampu hidup pada kondisi yang intensif antara 17 dan 30ºC, dan
suhu yang optimal untuk tumbuh adalah berkisar antara 16 dan 18ºC. Media
kultur yang baik bagi copepoda pada skala laboratorium adalah air laut
steril yang bersalinitas 25 ppt dengan suhu ruangan 25ºC dan pH 8,0
(Anindiastuti dkk., 2002). Menurut Lavens dkk (1991), stok kultur
copepoda sebaiknya dipelihara pada air laut yang bersalinitas 28 ppt
dengan suhu antara 20 dan 21ºC pada ruangan yang terkontrol.
Menurut Uye (1980 dalam Lee dkk., 2005) bahwa masa hidup copepoda
(Acartia clausa) yang menggunakan lumpur sebagai sedimen mencapai
sekitar 100 sampai 165 hari dengan suhu 5ºC dan tanpa sedimen dengan
suhu 20ºC, masa hidupnya hanya sekitar 70 sampai 75 hari.
4. Klasifikasi Copepoda
Secara taksonomi copepoda termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthtropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Maxillopoda
Subkelas : Copepoda
Superordo : Gymnoplea (Giesbrecht 1882)
Ordo : Calanoida (Sars 1903)
Kelas Copepoda umumnya berukuran antara 0,5 sampai 2 mm; 3 ocelli
membentuk sebuah mata nauplius di tengah; apendik umumnya biramus;
betina mempunyai satu atau sepasang kantung telur; hidup bebas atau
parasit; laut dan air tawar; 8400 spesies.
- Ordo Platycopioda
Semua parasit
- Ordo Calanoida
Hidup bebas ; 1200 spesies; pelagis; herbivore; artikulasi antara ruas
thorax dengan kaki kelima dan keenam; antenna pertama panjang, uniramus;
antenna kedua biramus; Calanus finmarchius, “britt” panjang 4 mm
merupakan makanan penting bagi ikan lemuru, tuna dan paus; Diaptomus di
danau, kolam dan setu.
- Ordo Misophrioida
Semua parasit
- Ordo Cyclopoida
Hidup bebas sabagai plankton, benthos, di laut dan air tawar; beberapa
parasit; artikulasi antara ruas dengan kaki empat dan kelima tampak
jelas; antenna pertama dan kedua uniramus; Cyclops, hidup bebas;
Lernaea, parasit.
- Ordo Gelyelloida
Semua parasit
- Ordo Marmonilloida
Semua parasit
- Ordo Harpacticoida
Umumnya sebagai benthos di laut dan air tawar; pemakan bakteri dan
detritus; artikulasi antara ruas dengan kaki keempat dan dan kelima
tidak jelas; antenna pertama pendek; antara kedua biramus; Harpacticus;
hidup bebas dan parasit.
- Ordo Monstrilloida
Semua parasit; betina dewasa tidak mempunyai antenna maupun mulut; Monstrilla parasit pada polychaeta.
- Ordo Siphonostomatoida
Semua parasit
- Ordo Poecilostomatoida
Semua parasit
5. Jenis yang dibudidayakan
Beberapa jenis copepoda telah dikembangkan untuk dibudidayakan
khususnya di manca negara. Copepoda tersebut termasuk kelompok
harpacticoid dan calanoid.
Perairan Indonesia kaya akan kehadiran berbagai jenis copepoda, memiliki
peluang besar untuk memilih jenis pakan hidup yang unggul sebagai pakan
alternatif atau pengganti Artemia yang saat ini harganya kian melambung
Menurut Sutomo (2003), copepoda laut jenis Tigriopus brevicornis, dapat
hidup pada kisaran salinitas yang cukup luas yakni mulai dari 10 sampai
40 ppt, namun pada salinitas 10 ppt tidak didapatkan copepoda yang
bertelur. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa copepoda dapat dikultur
di air laut dengan salinitas 25-30 ppt (Lavens dan Sorgeloos, 1996).
Menurut Anindiastuti dkk. (2002), untuk mengkultur copepoda pada skala
laboratorium sebaiknya menggunakan air laut yang steril bersalinitas 25
ppt. Sementara itu copepoda di perairan umum dapat hidup pada salinitas
antara 26,50 dan 35,67 ppt (Levinton, 1982 dalam Umar, 2002). Dengan
demikian, salinitas yang optimum untuk perkembangan copepoda laut belum
diketahui secara pasti.
Salinitas merupakan konsentrasi total dari semua ion yang larut dalam
air, dan dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram
per liter (Boyd, 1990 dalam Faidar, 2005). Menurut Hutabarat dan Evans
(1984), salinitas merupakan konsentrasi rata-rata seluruh garam yang
terdapat di dalam air laut. Salinitas diduga berpengaruh terhadap
perkembangan copepoda, makanya perlu dilakukan penelitian tentang hal
tersebut.
6. Bentuk Tubuh
Umumnya berukuran kurang dari 2 mm. Ektoparasit biasanya berukuran lebih
besar, misalnya Panella sebagai ektoparasit pada ikan laut dan ikan
paus dapat mencapai panjang 32 cm. Biasanya tubuh copepod transparan dan
tidak berwarna, beberapa spesies berwarna merah, ungu atau biru
cemeralang atau hitam. Warna hijau umumnya disebabkan warna makanan di
saluran pencernaan.
Bentuk tubuh copepod hidup bebas biasanya silindris dan pendek. Tubuh
terdiri atas kepala yang agak membulat, 7 ruas thorax dan 3 samapai 5
abdomen. Bagian posterior kepal tumbuh menyatu dengan satu atau dua ruas
thorax menjadi cephalothorax (yang tertutup karapas). Ruas thorax
keempat dan kelima atau kelima atau keenam acapkali tumbuh menyatu
dengan ruas abdomen pertam. Di ujung abdomen terdapat sepasang caudal
rami dengan setae diujung masing-masing.
Semua copepod selalu mempunyai sebuah mata nauplius median (di tengah)
yang terdiri atas 3 buah ocelli yaitu 2 lateral dan sebuah median. Pada
kepala terdapat sepasang antenna pertam yang uniramus, panjang dan
tampak jelas, sepasang antenna kedua, mandibel, maksila pertama dan
maksila kedua. Pada ruas thorax yang menyatu dengan kepala terdapat
sepasang maksiliped, dan masing-masing dari empat atau lima ruas thorax
berikutnya terdapat sepasang kaki renang yang biramus, pada ruas thorax
terakhir terdapat sepasang kaki renang yang mengecil. Pada ruas abdomen
tidak ada apendik.
7. Kehidupan
Bentuk tubuh parasit mengalami modifikasi dan degenerasi yang
disesuaikan dengan cara hidupnya. Sebagai ektoparasit terdapat pada
permukaan tubuh, sirip dan insang inang, memakan cairan tubuh atau
jaringan inang. Hanya yang betina hidup sebagai ektoparasit, sedangkan
stadia muda dan yang jantan hidup bebas. Yang betina acapkali tampak
dari kantung telurnya.
Dari 10 ordo dalam kelas copepoda hanya 3 ordo yang anggotanya hidup
bebas, sedangkan yang lain sebagai parasit atau komensal dengan
avertebrata air lain. Ketiga ordo tersebut adalah : Calanoida,
Cyclopoida, dan Harpaticoida. Sebagian besar Calanoid adalah planktonik.
Kebanyakan Harpaticoid adalah benthic, sedangkan Cyclopoid terdapat
baik sebagai plankton maupun benthos.
Copepod berenang menggunakan kaki renang dengan gerakan yang sangat
cepat vdan menyentak-nyentak. Bila gerakan kaki ranang berhenti, maka
antenna pertama (antenul) membuka kea rah lateral supaya tidak
tenggelam. Bila sedang berenang, antenul mengarah ke belakang. Calanus
dan Diaptomus dari Ordo Calanoida adakalanya berenang terbalik seperti
Anastroca.
Kebanyakan copepod palnktonik di laut terdapat pada lapisan permukaan
sampai kedalaman 50 m, namun banyak spesies dijumpai sampai 2000 m,
bahkan beberapa spesies dijumpai lebih dalam lagi. Banyak spesies
copepod melakukan migrasi vertical, dan hal ini dipengaruhi cahaya.
Harpaticoid dan Cyclopoid penghuni dasar perairan merayap atau meliang
(burrow) dalam substrat menggunakan kaki thorax dan gerak undulasi
tubuh. Banyak harpaticoid hidup sebagai fauna interstisial mempunyai
tubuh langsing dan antena yang pendek.
Copepod palnktonik umumnya bersifat filter feeder dan memakan plankton.
Banyak pula jenis yang menangkap organisme lebih besar disamping sebagai
filter feeder, bahkan beberapa spesies merupakan predator. Beberapa
genera Cyclopoida seperti beberapa spesies Cyclops juga predator.
Kebanyakan harpaticoid benthic memakan bakteri dan detritus. Cadangan
makanan dalam bentuk butir-butir minyak merupakan penyebab utama warna
merah cerah pada beberapa spesies Diaptomus.
8. Cara Reproduksi
Reproduksi dan perkembangan Copepoda Dioecious. Betina mempunyai sebuiah
atau sepasang ovary dan sepasang seminal receptacle. Copepod jantan
yang hidup bebas biasanya mempunyai sebuah testes dan membentuk
spermatofora. Pada waktu kopulasi, copepod jantan memegang yang betina
dengan antenna pertama atau kaki renang keempat atau kelima yang
berbentuk capit, dan melekatkan spermatofora pada betina pada pembuahan
seminal receptacle. Sekali kopulasi dapat digunakan untuk membuahi 7
sampai 13 kelompok telur.
Telur yang telah dibuahi dierami dalam sebuah atau sepasang kantung
telur. Tiap kantung telur berisi antara 5 sampai 50 butir telur. Cyclops
mengerami telur sampai selama 12 jam sampai 5 hari, maka kantung telur
hancur dan keluarlah larva yang disebut nauplius. Kemudian copepod
betina tersebut akan menghasilkan kantung baru dan kelompok telur baru.
Stadia nauplius sebnyak 5 atau 6 instar, kemudian menjadi copepodidi
sebanyak 5 instar, dan akhirnya menjadi dewasa. Copepod dewasa tidak
mengalami pergantian kulit. Perkembangan dari telur sampai dewasa
memakan waktu antara satu minggu sampai satu tahun. Copepod hidup bebas
berumur antara 6 bulan sampai satu tahun lebih.
Untuk mempertahankan diri terhadap lingkungan buruk, beberapa caponoid
dan harpaticoid air tawar menghasilkan telur dengan cangkang tipis dan
telur dorman dengan cangkang tebal. Jenis air tawar yang lain, ada
instar copepodid atau dewasa melakukan estivasi dengan membungkus diri
dengan selubung organic yang keras dan menjadi siste. Selain untuk
mempertahankan diri terhadap lingkungan buruk, telur dorman atau siste
juga merupakan sarana penyebaran keturunan.
Copepod hidup bernafas dengan permukaan tubuh. Kelenjar makila merupakan
alat ekskresi. Tidak ada jantung ataupun pembuluh darah. Darah beredar
dalam hemocoel karena adanya gerakan otot, apendik saluran pencernaan.
Hanya calanoid yang mempunyai jantung semacam kantung. Susunan syaraf
terpusat, dan benang syaraf tidak melewati thorax.
Copepoda yang hidup sebagai parasit lebih dari 1000 spesies. Kebanyakan
sebagai ektoparasit, namun banyak juga sebagai endoparasit dalam tubuh
polychaeta, usus leli laut, saluran pencernaan tunica dan kerang, bahkan
pada crustacea lain. Endoparasit acapkali tidak mempunyai mulut, dan
makanan diabsorbsi langsung dari inang.
C. ARTEMIA
1. Pengertian
Oleh Linnaeus, pada tahun 1778, Artemia diberi nama Cancer salinus.
Kemudian pada tahun 1819 diubah menjadi Artemia salina oleh Leach.
Artemia salina terdapat di Inggris tapi spesies ini telah punah
(Sorgeloos dan Kulasekarapandian, 1987).
Artemia hidup plantonik diperairan yang berkadar garam tinggi, yaitu
antara 15-300 permil. Suhu yang dikehendaki berkisaran antara 25-300C,
oksigen terlarut sekitar 3mg/l, dan pH 7,3-8,4. Sebagai plankton,
artemia tidak dapat dipertahankan diri terhadap pemangsanya sebab tidak
mempunyai alat ataupun cara untuk membelah diri.
Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda. Mereka
berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti copepode dan daphnia
(kutu air). Artemia hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di
seluruh dunia. Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat
luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh garam. Secara alamiah
salinitas danau dimana mereka hidup sangat bervariasi, tergantung pada
jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Apabila kadar garam kurang dari
6 % telur artemia akan tenggelam sehingga telur tidak bisa menetas, hal
ini biasanya terjadi apabila air tawar banyak masuk kedalam danau
dimusim penghujan. Sedangkan apabila kadar garam lebih dari 25% telur
akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas
dengan normal.
Kista tertua artemia pernah ditemukan oleh suatu perusahan pemboran yang
bekerja disekitar Danau "Salt Great". Kista tersebut diduga berusia
sekitar lebih dari 10000 tahun (berdasarkan metoda "carbon dating").
Setelah diuji, ternyata kista-kista tersebut masih bisa menetas walaupun
usianya telah lebih dari 10000 tahun.
2. Manfaat Artemia
Artemia Besar Beku merupakan Artemia yang sudah dikenal sebagai pakan
ikan yang umumnya dijual dalam bentuk telur ( kista) tetapi kami
membesarkannya hingga ke fase dewasa dan induk yang memiliki kandungan
protein yang lebih tinggi dari burayakan dan berukuran jauh lebih besar
sehingga mudah dikonsumsi oleh ikan hias dewasa.
Kelebihan lain artemia ini kami besarkan dengan mengonsumsi spirulina
hingga masa panen sehingga memiliki kandungan nutrien yang dimiliki oleh
spirulina. Artemia Besar Beku ini sangat cocok sekali untuk menjawab
kehawatiran para penghobi ikan hias untuk pakan fresh yang tidak membawa
penyakit ( seperti cacing) .
3. Siklus Hidup
Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur.
Setelah 15 - 20 jam pada suhu 25°C kista akan menetas manjadi embrio.
Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit
kista. Pada fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian
berubah menjadi naupli yang sudah akan bisa berenang bebas. Pada
awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung
kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut
dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas
mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini
mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan
detritus organik lainnya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak
pemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia
diair dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15
kali sebelum menjadi dewasa
dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm,
meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran
sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapi 500
kali dibandingakan biomas pada fase naupli
Dalam tingkat salinitas rendah dan dengan pakan yang optimal, betina
Artemia bisa mengahasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa
hidupnya (sekitar 50 hari) mereka bisa memproduksi naupli rata-rata
sebanyak 10 -11 kali. Dalam kondisi super ideal, Artemia dewasa bisa
hidup selama 3 bulan dan memproduksi nauplii atau kista sebanyak 300
ekor(butir) per 4 hari. Kista akan terbentuk apabila lingkungannya
berubah menjadi sangat salin dan bahan pakana sangat kurang dengan
fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam hari.
Artemia dewasa toleran terhadap selang suhu -18 hingga 40 ° C. Sedangkan
tempertur optimal untuk penetasan kista dan pertubuhan adalah 25 - 30 °
C. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain masing-masing.
Artemia menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt, dan mereka
dapat hidup dalam air tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati.
Variable lain yang penting adalah pH, cahaya dan oksigen. pH dengan
selang 8-9 merupakan selang yang paling baik, sedangkan pH di bawah 5
atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia. Cahaya minimal
diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi
pertumbuhan mereka. Lampu standar grow-lite sudah cukup untuk keperluan
hidup Artemia. Kadar oksigen harus dijaga dengan baik untuk pertumbuhan
Artemia. Dengan suplai oksigen yang baik, Artemia akan berwarna kuning
atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila
mereka banyak mengkonsumsi mikro algae. Pada kondisi yang ideal seperti
ini, Artemia akan tumbuh dan beranak-pinak dengan cepat. Sehingga suplai
Artemia untuk ikan yang kita pelihara bisa terus berlanjut secara
kontinyu. Apabila kadar oksigen dalam air rendah, dan air banyak
mengandung bahan organik, atau apabila salintas meningkat, artemia akan
memakan bakteria, detritus, dan sel-sel kamir (yeast). Pada kondisi
demikian mereka akan memproduksi hemoglobin sehingga tampak berwarna
merah atau orange. Apabila keadaan ini terus berlanjut mereka akan mulai
memproduksi kista.
4. Reproduksi Artemia
Berdasarkan cara berkembangbiakannya, Artemia dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
- Biseksual yakni Harus melalui proses perkawinan antara induk betina dan jantan.
- Partegnogenetik yakni Tidak melalui proses perkawinan. Pada jenis
ini,induk betina akan beranak tanpa kawin. Apabila betina partenogenik
dijodohkan dengan pejantan biseksual maka induk betina tersebut tetap
tidak mau kawin.
Kista artemia dapat ditetaskan secara optimal, apabila sarat-sarat yang
diperlukannya dapat dipenuhi. Beberapa syarat tersebut adalah:
- Salinitas antara 20-30 ppt (parts per thousand) atau 1-2 sendok teh
garam per liter air tawar. Untuk buffer *bisa ditambahkan magnesium
sulfate (20 % konsentrasi) atau 1/2 sendok teh per liter air.
- Suhu air 26 - 28 °C.
- Disarankan untuk memberikan sinar selama penetasan untuk merangsang proses.
- Aerasi yang cukup; untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm
- pH 8.0 atau lebih, apabila pH drop dibawah 7.0 dapat ditambahkan soda kue untuk menaikkan pH.
- Kepadatan sekitar 2 gram per liter.
- Sebelumnya dapat dilakukan proses dekapsulisasi untuk melunakan cangkang.
Dekapsulisasi dapat meningkatkan peresentase keberhasilan sampai dengan
10%. Penetasan dapat dilakukan pada semua jenis wadah.. Untuk
mempermudah "pemanenan" penetasan bisa dilakukan dalam akuarium
berbentuk prisma terbalik, atau berdasarkan prinsip "kamar gelap dan
terang". Pemanenan paling mudah dilakukan dengan cara di siphon.
5. Dekapsulisasi
Dekapsulisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan terluar
dari kista artemia yang "keras" (korion). Proses ini setidaknya akan
mempermudah "bayi" artemia untuk keluar dari "sarang"nya. Dan kalaupun
tidak berhasil "menetas", kista yang telah didekapsulisasi masih bisa
diberikan kepada ikan/burayak dengan aman, karena korionnya sudah
hilang, sehingga akan dapat dicerna dengan mudah. Disamping itu proses
ini juga sekaligus merupakan proses disinfeksi terhadap kontaminan
seperti bakteri, jamur dll.
6. Klasifikasi dan Strain Artemia
Artemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum
Arthropoda dan kelas Crustacea. Secara lengkap sistemarika artemia dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Branchiophoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina linn.
Nama Artemia sp. diberikan untuk pertama kali oleh Schlosser yang
menemukannya di suatu danau asin pada tahun 1755. Kemudian oleh Linnaeus
(1758) melengkapkan nama remik ini menjadi Artemia salirw. karena daya
toleransinya terhadap salinitas yang amat tinggi.
Selain spesies Artemia, salimi, ada beberapa spesies yang diberikan nama
bagi strain zigogenerik, yaitu bila di dalam populasi bercampur antara
spesies berina dan jantan. Nama-nama tersebut di antaranya Artemia
tunisiana. Anemia franciscana, Anemia fersimilis, Artemia urmiana, dan
Anemia monica. Namun demikian, nama Anemia salina atau disingkat artemia
saja tetap umum digunakan. Nama ini pula yang digunakan dalam buku ini.
Ada pula populasi artemia yang hanya terdiri atas individu-individu
betina saja. Strain artemia demikian dikenal dengan istilah
partenogenetik karena berkembangbiak tanpa melalui perkawinan, tetapi
artemia betina langsung saja bunting. Untuk strain ini juga hanya
digunakan nama genus Artemia saja. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
kerancuan pemakaian istilah. Dengan demikian, pemakaian istilah artemia
tidak memperhatikan jenis kelamin suatu populasi.
Sampai saat ini sudah dikenal lebih dari 50 strain artemia. Beberapa di
antaranya yang terkenal adalah san francisco bay, sack bay australia,
chapin canada, macao, great salt lake, algues masters perancis, china,
dan philippina. Pada prinsipnya perbedaan antara satu strain dengan
strain lainnya terletak pada daya tetasnya, ukuran nauplius, ketahanan
terhadap lingkungan, serta kebutuhan temperatur dan salinitas optimal.
Pada kemampuan daya penetasan, misalnya, pada beberapa strain perlu
perlakuan-perlakuan khusus pada kista agar diperoleh embrio yang mampu
berkembang dengan hasil yang memuaskan. Perlakukan tersebut misalnya
berupa hibernasi (pendinginan) dan pelarutan ke dalam cairan peroksida.
7. Morfologi
- Telur
Telur Artemia atau cyste berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering
dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi
oleh cangkang yang tebal dan kuat (Cholik dan daulay, 1985). Cangkang
ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan,
benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman,
1983). Cangkang telur Artemia dibagi dalam dua bagian yaitu korion
(bagian luar) dan kutikula embrionik (bagian dalam). Diantara kedua
lapisan tersebut terdapat lapisan ketiga yang dinamakan selaput
kutikuler luar,.
Korion dibagi lagi dalam dua bagian yaitu lapisan yang paling luar yang
disebut lapisan peripheral (terdiri dari selaput luar dan selaput
kortikal) dan lapisan alveolar yang berada di bawahnya. Kutikula
embrionik dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu lapisan fibriosa dibagian
atas dan selaput kutikuler dalam di bawahnya. Selaput ini merupakan
selaput penetasan yang membungkus embrio.
Diameter telur Artemia berkisar antara 200 – 300 μ (0.2-0.3 mm).
Sedangkan berat kering berkisar 3.65 μg, yang terdiri dari 2.9 μg embrio
dan 0.75 μg cangkang
- Larva (Nauplius
Apabila telur-telur Artemia yang kering direndam dalam air laut dengan
suhu 25oC, maka akan menetas dalam waktu 24 – 36 jam. Dari dalam
cangkang akan keluar larva yang dikenal dengan nama nauplius, seperti
yang terlihat pada gambar 2. dalam perkembangan selanjutnya nauplius
akan mengalami 15 kali perubahan bentuk. Nauplius tingkat I = instar I,
tingkat II = instar II, tingkat III = instar III, demikian seterusnya
sampai instar XV. Setelah itu nauplius berubah menjadi Artemia dewasa,
8. Budidaya Artemia
Bibit dapat diperoleh dalam bentuk telur kering yang sudah di awetkan
didalam kaleng. Untuk menetaskan telur artemia, diperlukan wadah yang
telah disiapkan lingkugan yang baik selama proses penetasan suhu air
antara 25-300C dan kadar oksigen lebih dari 2 mg/L. Oleh karena itu, air
media harus di aerasi dilakukan dengan selang plastik kecil dan tidak
perlu diberi batu aerasi. Telur – telur akan menetas menjadi nauphlius
setelah 24-36 jam sejak pemasukkan telur.
Penangkapan nauphlius didahului dengan mematikan aerasi kemudian bagian
atas wadah penetasan ditutup dengan kain atau plastic hitam. Kadar garam
optimal 30-50 ppt, pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar amonia yang baik
< 80 mg/liter.
9. Manfaat Secara Umum
Artemia merupakan pakan yang penting bagi organisme budidaya seperti
ikan, udang dan kepiting. Hal ini disebabkan karena nilai nutrisi yang
dikandungnya tinggi dan penggunaannya pun luas. Proses penetasan suhu
air antara 25-300C dan kadar oksigen lebih dari 2 mg/L dan Telur – telur
akan menetas menjadi nauphlius setelah 24-36 jam sejak pemasukkan
telur. Kadar garam optimal 30-50 ppt, pH optimal adalah 7,5-8,5 dan
kadar amonia yang baik < 80 mg/liter.
10. Budidaya dan Gambaran Pemasaran
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan
saat ini sedang membudidayakan Artemia salina, sejenis udang berukuran
kurang dari satu sentimeter yang digunakan sebagai pakan ikan dan udang,
di tambak garam Rembang, Jawa Tengah (Jateng). Budidaya tersebut
dilakukan untuk mengatasi ketergantungan Artemia impor dari Amerika
Serikat yang jumlahnya ratusan ton per tahun. Selain itu, juga untuk
meningkatkan pendapatan petani garam mengingat harga Artemia kering di
pasaran Rp 500.000 per kilogram.
Demikian diungkapkan Sutarjo Nunuk Setyono, Humas Dinas Kelautan dan
Perikanan Jateng, Selasa (17/12), di ruang kerjanya. Uji coba tersebut,
lanjutnya, dilakukan sejak awal musim kemarau tahun 2002 dengan daya
tetas telur 25 hingga 30 persen dari idealnya 90 persen. Namun, dengan
memberi nutrisi yang lebih baik, daya tetas.
Artemia di tambak garam Rembang bisa ditingkatkan hingga 80 persen.
Telur Artemia atau disebut kista biasanya digunakan sebagai pakan benih
ikan dan udang tambak, sedangkan Artemia dewasa untuk pakan ikan dan
udang dewasa. Selain itu, Artemia yang tergolong kelompok udang
(custacea) juga bermanfaat untuk menjernihkan air laut di bak
penampungan tambak garam sebab makhluk ini memakan kotoran di air.
Dengan demikian, garam yang dihasilkan lebih bersih. "Dengan
membudidayakan Artemia, petani garam bisa
mendapat penghasilan tambahan sekaligus meningkatkan kualitas garam yang diproduksi," katanya. (t06)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !